Ilmumedsos.com
- Jika Anda kini adalah mahasiswa, besar kemungkinan Anda adalah seorang digital native. Anda lahir di zaman di mana telepon genggam, tablet, dan wearable menjadi hal yang umum. 

Data menunjukkan bahwa Anda jarang menonton TV secara langsung; lebih memilih untuk menyaksikan YouTube. Anda tak mengirim surat konvensional, Anda lebih memilih WhatsApp. Bukan menggali informasi dari direktori bisnis cetak, Anda meminta bantuan kepada Siri.

Namun, tak semua orang lahir di zaman komputer menjadi bagian keseharian. Oleh karena itu, kita memiliki dua kategori manusia digital: 'digital natives' dan 'digital immigrants'. Mereka adalah bagian dari berbagai kohort generasi dengan detail kelahiran sebagai berikut:

  • Baby Boomers: pertengahan 1946 hingga pertengahan 1964
  • Generasi X: pertengahan 1960-an hingga akhir 1970-an/awal 1980-an
  • Digital Immigrants: sebelum 1980
  • Digital Natives: setelah 1980
  • Net Generation: antara 1982 dan 1991
  • Millennials: 1982 dan seterusnya
  • Google Generation: setelah 1993
  • Generasi Y: antara 1981 dan 1999
  • Generasi C: setelah 1990
  • Gen Z: pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an
  • Generasi Alpha: awal 2010-an hingga pertengahan 2020-an

Beberapa kohort berada dalam perbatasan antar generasi. Hal ini karena tak ada kesepakatan pasti tentang terminologi ini, dan istilah-istilah tersebut belum didefinisikan secara formal oleh pemerintah, melainkan kebanyakan oleh peneliti dan konsultan di bidang periklanan.

Istilah 'digital native' dan 'digital immigrant' kerap menuai kontroversi. Ada yang menganggapnya memisahkan, sementara lainnya melihat sebagai sebuah kritik. 

Marc Prensky, saat mengajar, menyadari adanya perbedaan signifikan antara mahasiswa yang selalu berhubungan dengan teknologi dan pendidik yang baru mengenalnya. Dia melihatnya mirip dengan belajar bahasa baru; di mana para imigran belajar bahasa baru tetapi bukan menjadi bahasa ibu mereka.


Jurang Digital

Dalam keragaman generasi digital, kita memiliki jurang digital. Tak semua orang memiliki akses internet. Tak semua memiliki akses ke komputer atau smartphone. Tidak semua orang tahu cara memperoleh informasi dari internet. Fenomena ini dikenal sebagai jurang digital oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD, 2001).

Biasanya, jurang digital terjadi karena beberapa alasan, antara lain:

  • Lokasi: Akses internet yang terbatas di suatu daerah
  • Pendidikan: Kurangnya keterampilan digital
  • Adopsi Teknologi: Kurangnya pemahaman tentang internet
  • Ekonomi: Ketidakmampuan finansial untuk mengakses perangkat

Selama pandemi COVID-19, jurang ini berubah. Di beberapa tempat berkurang, namun di lainnya meningkat. Selama pandemi, banyak orang memperoleh keterampilan digital baru. Namun, akses ke perangkat menjadi tantangan tersendiri. 

Banyak keluarga tak memiliki cukup perangkat untuk kegiatan belajar dari rumah. Inilah mengapa banyak pemerintah di dunia berkeinginan untuk memastikan siswa bisa kembali ke sekolah secepatnya. Akan tetapi, masalah akses ini mungkin akan menjadi sorotan bagi peneliti di masa depan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama